Kebaya Among Tamu, Rejeki Datang Tepat Waktu dan Tepat Jumlah

on

Seminggu sebelum nikah, saya sempat pusing gara-gara belum melunasi baju among tamu yang mau dipakai untuk pernikahan nanti.

Lupakan gaji di awal bulan. Status saya saat itu adalah pengusaha muda yang baru saja merugi gara-gara sebuah force majeur level nasional. Jangankan ngambil prive atau pinjaman ke perusahaan, soal gaji karyawan aja masih belum kelihatan hilalnya.

Senin pagi itu saya sedang mikir, “Apakah saya perlu pinjam uang, ya?”. Tapi kalau pinjam uang, bayarnya gimana. Wong sebenarnya income usaha di bulan itu saja turun 75%.

Saya mandi sepagi mungkin dengan maksud mau melangkahkan kaki ke mana saja. Mungkin mengunjungi kantor teman atau kenalan. Siapa tahu dapat proyek pendek atau super soft loan.

Tepat sebelum keluar pintu, Nokia 3310 saya mengeluarkan dering monophonic-nya. Ternyata, Pak Umar, bekas pembimbing Tugas Akhir saya menelepon.

Angkat.. Jangan.. 3x

Sudah lama saya tidak ketemu beliau. Kangen juga. Tapi, hari itu sudah niat mau mencari pinjaman uang atau nyari proyek kecil jangka pendek. Duh… Angkat enggak, ya? Mendingan nyari duit aja kali, ya?

“Sudahlah. Angkat dulu aja teleponnya. Takut dibilang gak sopan”, ada bisikan di dalam hati.

“Halo, Ben”, ada suara kebapakan di ujung sana.

Sesudah menanyakan kabar, beliau minta saya datang ke kampus. “Ada yang mau dibicarakan”.

Kepala saya kurang setuju. Saya sedang butuh uang, bukan butuh bicara. Jadi saya mencoba ngeles, “Boleh saya ke kampusnya nanti, Pak? Mungkin 1-2 minggu lagi?”.

Tapi Pak Umar keukueh, “Hari ini saja, Ben. Saya tunggu di ruang dosen, ya”.

Pak Umar ini salah satu dosen favorit saya. Saya menikmati setiap obrolan dengan beliau. Tapi kembali, saya sedang butuh uang saat itu. Bukan butuh bicara.

Jadi walaupun kaki saya langkahkan ke arah kampus. Hati dan mulut saya kompak ngedumel bersama.

Ya sudah lah. Gak sopan menolak ajakan silaturahmi orang tua.

Di ruang dosen pak Umar duduk sendiri. Sambil melambaikan tangannya ke arah saya, dia tersenyum dan bertanya, “Ke mana saja kamu, Ben? Lama enggak main ke kampus”.

Saya gak berani cerita bahwa saya sedang kurang uang dan mau menikah seminggu lagi. Jadi saya jawab secukupnya saja, “Saya ada di sekitar Bandung aja, pak. Ngurusin usaha”.

Begitulah kalau dosen Baby Boomers dan (mantan) mahasiswa Gen X Indonesia bertemu. Untuk beberapa waktu, kami berbasa-basi dan ngobrol ngalor-ngidul khas generasi pra-digital.

Walau sebenarnya tidak terlalu lama, sih. Tapi sebagai orang yang sedang merasa kekurangan waktu dan uang, bagi saya waktu terasa berjalan terlalu cepat.

Sedikit-sedikit saya melihat ke arah jam tangan. Takut kelamaan ngobrol. Bagaimana pun jatuh tempo pembayaran kebaya among tamu sudah di depan mata –dan uang untuk membayarnya masih misterius.

Pernah ‘kan merasakan pengen pamit dari sebuah pertemuan, tapi hati bilang “sabar… sabar.. ntar dibilang gak sopan?”.

Nah, itulah perasaan saya.

Eh tapi, tiba-tiba mantan pembimbing saya ini bilang, “Ben. Ini kenapa saya panggil kamu ke kampus”. Sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

“Kamu masih ingat proyek Senayan?”. Beliau merujuk pada sebuah proyek yang kami kerjakan bertahun-tahun lalu. Saking lamanya, saya sudah menganggap proyek ini going ghoib.

“Ini punya kamu. Maaf, Ben. Proses finalisasinya lama sekali baru beres”.

Yang membuat saya deg-degan, ditangannya ada sebuah amplop bertuliskan nama saya.
Proyek lama? Amplop? Isinya pasti ‘itu’ dong?

Ya Allah. Hatur nuhun sudah mengirim Pak Umar nelepon saya pagi ini.

Walau sebagai anak muda yang gengsinya gede. Saya gak mau buka amplop itu di depan Pak Umar. Takut kelihatan butuh duit-nya.

Tapi waktu Pak Umar meminta saya tanda tangan di samping nama saya –angkanya bukan kebetulan.

Ahaha…. Alhamdulillah… Jumlahnya pas banget dengan tagihan kebaya among tamu nanti. Lebih dikit!

Emang rejeki mah gak ada yang kecepetan, gak ada yang telat. Ketika saatnya datang –akan hadir lewat jalannya sendiri.

Kerasa banget, ikhtiar itu sebenarnya syarat aja. Dia mah akan memilih pintu dan jalannya sendiri.

Ya Allah. Dirimu tahu sekali pelajaran apa yang saya butuhkan untuk memulai keluarga baru kami.

Dan kemarin, gak kerasa udah 17 tahun lewat keluarga ini dimulai. Mudah-mudahan rezeki kami tetap datang melewati jalan-jalan yang Dia tentukan. Tepat saatnya. Tepat tempatnya. Tepat gunanya.

Aamiin Ya Rabbalalamin.

Love you, Mi Familia ❤️

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.