Pasukan Desain Bandung : Pertolongan Para Ronin (100 hari mendesain kampanye juara Part IV)

Rivalitas Kandang Harimau

————————–

“Lawan Badminton itu Teman Bertanding. Lawan Debat itu Teman Berdiskusi” .

~Anies Baswedan

 

Logbook #4 ini ditulis satu tahun sesudah musim kampanye Cawalkot Bandung 2013, pada saat Indonesia sedang riuh dengan kampanye Calon Presiden 2014. Hati saya saat ini ikut berduka untuk Jokowi dan Prabowo, seperti dulu hati saya menangis untuk Ridwan Kamil.

Sebagai warga kota atau warga negara, kadang kala kita mampu menjadi mahluk paling egois sedunia. Kita ingin kota dan negara ini berubah menjadi lebih baik, tapi tidak ada satu pun di antara kita yang mau mengambil tanggung jawab politik untuk menjadi Pemimpin Kota, apalagi Pemimpin Bangsa. Jangankan mengambil menjadi peran sebagai pemimpin, ketika ada beberapa orang di antara kita memberanikan diri untuk menjadi kandidat pemimpin -apa yang kita lakukan? Kita hakimi mereka, kita telanjangi mereka, kita tokohkan mereka menjadi karakter antagonis yang haus kekuasaan. Hal terbaik yang kita bisa lakukan adalah ‘tidak menolong mereka’.

Hal ini saya alami pada awal-awal masa sosialisasi dan kampanye Pilwalkot Kota Bandung. Tadinya saya pikir hanya sebuah kebetulan ketika saya tidak menemukan teman-teman lama saya (teman Ridwan Kamil juga) yang muncul di beberapa event awal deklarasi Ridwan Kamil untuk Bandung. Tapi tidak butuh waktu terlalu lama juga sampai saya mengerti bahwa hal ini bukan kebetulan : Banyak di antara teman-teman Ridwan Kamil memang mengambil jarak ketika dirinya akhirnya bulat tekad untuk ‘loncat pagar’ masuk ke pertarungan politik Kota Bandung. Saya tahu itu memukul hati Kang Emil, saat dia sangat membutuhkan teman-teman lamanya, justru dia harus berjalan sendirian menapak belantara politik Kota Bandung.

Bandung Creative City Forum (BCCF) memang kandang harimau. Puluhan anak muda cerdas berkepedulian tinggi, berkumpul di dalamnya. Tapi mungkin tidak ada yang menyangka bahwa organisasi anak-anak muda kreatif Bandung ini, di tahun 2013, akan menghasilkan dua kandidat Calon Walikota Bandung : Budi Dalton dan Ridwan Kamil. Pencalonan dua aktivisnya menjadi calon walikota Bandung, sayangnya bukan hanya melahirkan harapan, tapi juga rivalitas. Saya jadi ingat kata-kata Mas Anies Baswedan, “lawan badminton itu teman bertanding. Lawan debat itu teman berdiskusi”. Sayangnya kebanyakan rekan-rekan saya, menganggap kata ‘lawan’ sama artinya dengan ‘musuh’. Sehingga akhirnya terjadi polarisasi dukungan yang tidak sehat: saya dan sedikit anggota BCCF lain dilabeli Pro Emil dan beberapa teman lain pun dilabeli Pro Budi Dalton. Sementara, kebanyakan teman yang lain memutuskan untuk ‘netral’ dan tidak mau terlibat sama sekali dalam politik dukung mendukung kandidat.

“Maaf, kang. Saya tidak bisa membantu. Itu mah masalah politik. Kami sebagai komunitas tidak mau terlibat. Kami harus netral”, itu jawaban seorang pegiat kreatif muda ketika saya bermaksud untuk meminjam beberapa properti untuk deklarasi Ridwan Kamil. Penolakan demi penolakan saya harus terima dari teman-teman lama saya. Pada akhirnya saya harus bisa menerima fakta bahwa 100 hari ke depan, saya harus mendapatkan bantuan orang-orang lain yang tidak punya keterikatan pada organisasi manapun. Yang saya butuhkan adalah bantuan dari jagoan-jagoan tanpa majikan. Saya butuh bantuan para Ronin.

Rekrutmen Ronin

————————–

“One man can be a crucial member on a team, but a man cannot make a team ” .

~Kareem Abdul-Jabbar

 

Sudah menjadi insting paling dasar kita untuk menyingkir dari situasi yang tidak nyaman bagi diri kita -termasuk di antaranya dari rivalitas politik. Untunglah dunia tidak se-egois itu, akan selalu ada individu-individu yang tidak bersedia menyingkir ke sisi dan tetap berdiri menyuarakan suaranya. Orang-orang ini adalah jagoan yang tidak pernah diperhitungkan oleh para politisi, tapi justru orang-orang inilah yang paling mungkin untuk membuat perubahan. Ibarat Ronin, mereka tidak takut tekanan situasi, tidak takut politik busuk, dan tidak loyal pada uang. They’ll stand their ground and will be loyal to a leader IF they believe in his cause. Yang saya perlu lakukan adalah membuat list individu-individu yang memiliki special talent, menghubungi mereka dan menyatukan mereka dalam sebuah tim.

Ketika Kang Emil meminta bantuan, tidak terlalu sulit bagi saya untuk mengatakan bahwa saya siap membantu. Dia manusia yang memiliki banyak kelebihan yang sangat dibutuhkan oleh warga Bandung. Orang ini harus menjadi Walikota Bandung selanjutnya, saya yakin sekali itu. Bagaimanapun, tidak semudah itu meyakinkan orang lain yang tidak mengenal Kang Emil secara pribadi. Itu yang menjadi masalah saya di awal rekrutmen tentara kreatif. Banyak rekan-rekan kreatif yang saya kenal, sudah terlebih dahulu mengirim sinyal bahwa mereka akan tetap netral dalam pilkada Bandung 2013. Saya harus bisa menghargai keputusan politik mereka. Tapi kalau semua orang netral, lalu siapa yang mau berjuang?

Untungnya Kang Hanafi Salman, Chief Designer Maha Nagari, sudah sejak awal menyatakan bahwa dia akan turut berjuang sampai akhir. Hanafi ini adalah Urang Awak yang sudah cinta mati pada Bandung. Kecintaan dia pada Bandung bisa membuat kebanyakan orang Bandung asli malu pada diri sendiri. Kematangan, kecepatan dan Skill Hanafi bakalan jadi bahan bakar yang diperlukan tim. Lagian … yahh .. bekerja berdua kan gak terlalu sepi .. lumayan.

Pada saat itu juga, saya sudah mengincar seorang rekan kampus yang saya harapkan mau terlibat: seorang desainer multitalent, yang gaya visualisasi-nya bakalan cocok dengan tema kampanye Ridwan Kamil yang ada di imajinasi saya. Desainer jagoan ini, oleh teman2 kuliah dulu sering dijuluki desainer paling ganteng se-Cicadas dan sebagian Binong he10x …. namanya Firman Mustari. Pembawaan Firman memang kalem, tapi desainnya cadas banget. Bukan hanya jagoan konsep, dia ini punya gaya ilustrasi yang khas: gabungan desainer grafis, desainer produk dan arsitek. Kalau Firman mau bergabung dengan tim, saya bakalan jauh lebih tenang. Masalahnya, saya gak yakin Firman mau bergabung untuk kegiatan relawan politik. Dia kayaknya tipe orang yang lempeng-lempeng aja dalam menyikapi politik.

Lalu ada satu orang lagi yang saya sangat berharap mau gabung. Saya kenal dia dari jaman dia masih mahasiswa, tipe orang kreatif yang bertanggung jawab terhadap dateline. Kerjaannya apik dan punya nuansa ‘Youth‘ dalam garis dan gambarnya. Cocok banget untuk mewakili kampanye Ridwan Kamil yang harus mencerminkan ‘ide baru’ dan ‘muda’. Cuman ya itu …. sama kayak Firman, saya gak yakin dia mau mengurusi polatak-politik. Meskipun begitu, saya tetap masukkan Andi Abdul ‘Qodir’ ke dalam list orang yang harus diajak berjuang.

List perjuang saya makin panjang ketika saya masukan EQ ‘Equivalent’ ke dalamnya. EQ adalah designer yang baru bergabung tahun lalu di Maha Nagari. Tadinya saya gak tega memasukan EQ ke dalam wanted list. Soalnya pekerjaan dia di Maha Nagari juga numpuk. Tapi di luar dugaan saya, EQ rupanya punya skala prioritas yang patut diacungi jempol. Menurut dia kerjaan pasti beres, kampanye bisa diatur! Syukurlah, soalnya EQ ini punya kelebihan yang cukup menonjol: ‘pandai bekerja kreatif di bawah tekanan’. Just the kind of person we needed.

Ada lagi satu adik kelas saya yang masuk ke list most wanted: ‘Rizky “Borne” Ramdhani’. Borne adalah rekan volunteer di komunitas pengusaha muda kreatif ‘NGADUide’. Dia seorang sutradara video muda yang baru mendirikan sebuah studio bernama ‘Amphibi Studio’. Tim Amphibi berisi anak-anak muda Bandung, yang tidak satupun memiliki hak pilih di Bandung. Mereka ini pemegang KTP Semarang, Bogor, Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. Saya yakin mereka di dalam hatinya sangat ‘Bandung’, jadi saya cukup yakin bahwa mereka mau berjuang untuk Kota Bandung. Satu lagi volunteer NGADUide yang berhasil saya hubungi adalah Arya ‘Jodi’pati. Jodi yang pendiri ‘KIWARI’ adalah seorang karateka. Tapi kita tidak butuh skill dia berkelahi, yang kita butuhkan dari Jodi adalah kepiawaian dia dalam membuat merchandising. Kalau belum pernah ikutan kampanye politik, pasti gak akan kepikiran betapa ribetnya masalah merchandising kampanye. Percayalah, super ribet. Makanya kita butuh Jodi yang kerjanya lempeng tanpa banyak panik (atau mungkin lebih tepatnya ‘gak kelihatan’ panik).

Sri “Enci” Pujiyanti adalah satu dari sedikit talent yang bukan berlatar belakang pendidikan kreatif. Enci suatu pagi menghentikan mobilnya di samping motor saya, ketika saya sedang sibuk SMSan di pinggir jalan. Dia merapat dan bertanya ,”Ben, kayaknya lu lagi sibuk banget ya. Beneran lagi bantuin Kang Emil? Butuh bantuan enggak?”. Tentu saja saya jawab “Mauuuu.” Allah SWT memang kadang-kadang ngasih rejeki tanpa bisa diduga. Enci ini sebenernya lulusan S1 Teknik Lingkungan dengan tambahan gelar Master Bisnis di belakang namanya. Gak terlalu nyambung sama kampanye politik. Tapi dari jaman kuliah sering kali terlibat kerja kreatif dengan anak-anak seni rupa. Enci adalah katalis dalam sebuah adukan tim desain. Saya butuh sekali bantuan Enci. Jadi Enci langsung saya masukan ke daftar wanted kru kampanye kreatif Ridwan Kamil.

Rejeki lain yang saya tidak sangka-sangka adalah ketika M “Ipin” Arifin, ngontak saya suatu hari ketika saya sedang mencari-cari markas untuk para relawan muda. Saya kenal dia sebagai mahasiswa pasca sarjana progam Creative Cultural Entrepreneurship MBA ITB. Berbeda dengan kebanyakan relawan awal yang musti saya kontak pribadi, Ipin justru inisiatif sendiri mengkontak saya dan langsung to the point ngasongkeun maneh (menawarkan diri, *sundanese). Intinya adalah ‘Kalau Kang Emil mau mencalonkan diri menjadi walikota. Tolong dia dikaryakan sebagai apapun. Dia siap bantu, tanpa harus dibayar.’ Ipin waktu itu bilang juga,”Kampanye kayaknya banyak butuh barang cetak, saya sangat menguasai harga-harga barang cetak. Jadi kalau ada saya, tim relawan gak akan produksi alat kampanye dengan harga kemahalan”. Well … siapa yang bisa menolak tawaran seperti itu? Saat itu juga, Ipin langsung diproyeksikan menjadi koordinator produksi alat kampanye -sebuah jabatan karet yang ternyata akan jauh lebih berat daripada apa yang ada di dalam pikiran kita berdua saat itu.

Ada juga beberapa relawan kreatif yang masih bau kampus, alias masih kuliah. Di antaranya Gilang, mahasiswa ITENAS yang sedang mengambil tugas akhir. Kebetulan Gilang direkomendasikan Kang Emil ke saya, karena beberapa waktu sebelumnya dia berencana melakukan penelitian bertemakan kampanye politik kreatif. Gilang nampaknya tidak sadar bahwa topik penelitiannya akan jauh lebih realistik dari bayangannya sendiri. *Kamu pilih tema yang salah, Lang 😀

Rekrutmen Ronin

————————–

“To Know what is Right and To Do it, is Two Different Things” .

~Chusingura, A Tale of The Forty Seven Ronin

Di sebuah kafe di jalan Sawung Galing saya kumpulkan para ‘ronin’ Bandung ini. Rasanya saya sudah berkali-kali terlibat menggerakkan simpul masyarakat dalam kegiatan-kegiatan sosial, tapi saat itu ada sesuatu yang berbeda. Ini bukan gerakan sosial, pada dasarnya ini gerakan politik. Sudah lama saya tidak ikutan polatak-politik. Terakhir kali adalah tahun 1998, ketika saya ikut-ikutan turun ke jalan menuntut turunnya Pak Harto. Bukan sebagai pemimpin aktivis atau apa, tapi memang merasa perlu saja membantu teman yang lain. Sehingga wajar kalau saya agak sungkan memulai pembicaraan mengajak rekan-rekan lain ikut terlibat gerakan politik, karena saya tahu mereka ini paling benci sama politisi dan partai politik.

Ronin-ronin Bandung, para pembuat amunisi kampanye RIDO
Ronin-ronin Bandung, para pembuat amunisi kampanye RIDO

Akhirnya saya memulai, saya katakan terus terang pada mereka bahwa Kang Emil meminta saya untuk memimpin sebuah tim kreatif dalam menghadapi Pilkada Bandung 2013. Saya katakan bahwa saya sudah menyanggupi karena tidak mungkin saya tinggal diam membiarkan seorang teman maju sendiri tanpa bantuan. Kepada yang tidak mengenal dekat figur Ridwan Kamil, saya yakinkan bahwa Ridwan Kamil adalah sosok terbaik yang ada saat itu untuk maju menantang para kandidat lain yang track recordnya cenderung negatif. Ternyata tidak terlalu sulit meyakinkan rekan-rekan ini, karena pada dasarnya mereka memang orang-orang baik yang berjiwa relawan. Dengan mudah mereka semua mengatakan bahwa mereka siap membantu tanpa dibayar satu rupiah pun. Mereka semua dewasa, dan tahu skala ‘urgency’ keterlibatan mereka dalam Pilkada bandung 2013.

Yang lebih sulit adalah meyakinkan sebagian dari mereka bahwa jalan terefektif saat ini adalah berjuang tidak menggunakan jalur independen, -justru menggunakan tiket Partai Politik. “Kenapa harus pakai jalur partai, Ben? Apakah kita kurang percaya diri untuk bisa menang lewat jalur independen?”. “Kenapa sih harus partai yang itu? Emang gak ada partai lain yang mau?”. Sulit menjawabnya, saya sendiri tidak bisa melihat masa depan. Untuk pertanyaan pertama saya hanya bisa bilang bahwa kita harus berani menekan ego kita dan memilih jalur yang lebih besar probabilitas kemenangannya. Secara matematis, berjuang bersama partai berarti memotong pekerjaan kita menjadi setengahnya. Bagaimanapun kader partai adalah warga Bandung juga -hak dan kewajiban mereka terhadap Bandung sama dengan kita yang tidak tergabung dengan partai apa pun. Untuk sementara, lupakan dulu dosa-dosa dan kekurangajaran para oknum parpol2 itu, mungkin dengan itu kita bisa bekerjasama untuk tujuan yang sama.

Untuk pertanyaan kedua yang mempertanyakan pilihan partai pengusung, saya cuman bisa bilang “Memang ada partai yang 100% bersih? Semua partai punya dosa dan jasa masing2 yang berbeda. Apakah calon independen di negeri ini juga 100% bersih? Mari kita ikhtiarkan saja diri kita sendiri agar tetap bersih. Kita tidak akan pernah tahu seberapa kotor atau seberapa bersih partai politik di negeri ini tanpa kita berkenalan dengan mereka di lapangan politik. Tapi yang jelas mereka butuh kita dan kita butuh mereka.”

Lega rasanya malam itu berlalu dengan baik, semua talent Bandung  yang saya undang dapat menerima alasan kenapa kita harus berjuang dan berkomitmen untuk membantu tanpa syarat apapun. Well, sebenarnya kita masih kekurangan jumlah personel kreatif, tapi kita yakin pasti masih banyak orang-orang yang peduli lain yang akan bergabung di tengah jalan. Yang penting mesin kreatif ini sudah hampir lengkap onderdilnya, sudah terpasang di posisinya masing-masing dan siap dipanaskan. Besok kita ubah sedikit cara berpolitik di kota ini.

Semoga di tempat lain, Kang Ajun lancar menyiapkan pasukan dunia mayanya dan Kang Eja sudah siap dengan jagoan-jagoan lapangannya.

——————————————————-

Tulisan ini dibuat untuk menularkan semangat kerelawanan warga Bandung pada saudara-saudara kami di kota lain. ‘Rumah Indonesia hanya bisa diubah dari batu batanya”, kata Ridwan Kamil, seorang warga biasa yang terpaksa jadi walikota. Jika Indonesia adalah rumah kita, Kota kita adalah batu batanya. Kita adalah tanah liatnya. Mari berhenti mencaci maki, mari berhenti berharap ada Satria Piningit akan menyelamatkan kita. This is no politic, this is about our city, this is about our country.

——————————————————-

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.