Saya tidak akan menyalahkan warga sih kalau mereka tidak sadar bahwa (mungkin) kita harus cari walikota baru sebentar lagi. Saya juga hampir tidak sadar, kalau tidak karena salah satu kawan baik saya tiba-tiba teriak-teriak sambil ngibar-ngibar bendera semapur SOS.
Saya pikir teman saya ini ada benarnya. Pilkada Jabar akan berlangsung di bulan Februari 2018. Berarti pendaftaran kandidatnya sekitar September 2017. Sekarang sudah September 2016. Tinggal setahun lagi kompetisi level propinsi akan dimulai.
Di sisi lain, walikota kita yang punya cukup banyak prestasi, terlalu ‘seksi’ di mata partai-partai politik: level propinsi –bahkan level nasional. Belajar dari sejarah Pilkada di Indonesia sebelum-sebelumnya, saya nebak, saat ini kemunginan besar Walikota Bandung sedang dipaksa berpikir keras melayani tawaran-tawaran untuk naik ke panggung yang lebih tinggi. Partai Politik mana yang tidak tertarik pada follower Twitter, Instagram dan Facebook Kang Emil yang berjuta-juta?
Walau dalam urusan prestasi, Kang Emil masih setengah jalan: banyak janjinya yang sudah terwujud -tapi banyak juga yang belum terlihat ujungnya. Tetap, dalam hitungan politik, walikota kita ini adalah kartu as plus kartu raja. Black Jack!
Akan seperti apakah respon dosen ITB kita ini terhadap tawaran, dorongan, tarikan dari orang-orang di sekelilingnya ? Saya tidak tahu. Hanya Kang Emil yang tahu dan berhak menjawab. Sebagai warga biasa, sebenarnya saya berharap Kang Emil akan melanjutkan periode ke-2 di Bandung terlebih dahulu. Dua periode di Kota Bandung bagaikan berguru dua kali pada seorang seorang guru kimia yang killer tapi juara. Kota Bandung memang kawah candradimuka yang bagus untuk membentuk seorang pemimpin yang kita tunggu-tunggu di masa depan, bahkan mungkin untuk level yang lebih tinggi.
Ingin rasanya cuek dan bersikap tidak peduli. Sayangnya walau ini keputusan orang lain, tapi efeknya ke mana-mana. Pilihan dia nanti, akan berpengaruh pada hidup saya : kualitas jalan raya yang saya lewati ke kantor, jumlah pohon hijau yang tumbuh di dalam Kota Bandung, kualitas dan gaji guru-guru sekolah negeri anak sulung saya, tingkat kolusi di kelurahan dekat rumah saya, mimpi saya tentang monorel melintas Bandung dan lainnya.
Enam bulan yang lalu, ketika Kang Emil menegaskan bahwa dia tidak akan masuk ke dalam persaingan Pilkada DKI Jakarta, ada beberapa alasan yang dia kemukakan. Ini katanya :
————–
“Pertimbangan tugas saya belum selesai pada periode pertama.”
“Saat ini dirinya hanya ingin fokus mewujudkan mimpi-mimpinya untuk kota kelahirannya.”
“Saya sudah mendengarkan masukan, melakukan survei internal, termasuk meminta pendapat keluarga. Akhirnya, saya memutuskan untuk fokus mengurus Bandung,” tutupnya.
——– *sumber : kompas.com (link di bawah)
Berarti :
- Kang Emil akan berusaha menyelesaikan masa jabatan periode pertamanya (tidak disebut-sebut tentang periode ke-dua)
- Di periode pertama dia akan fokus mewujudikan mimpi-mimpinya untuk Kota Bandung.
- Dia mendengarkan masukan, di antaranya melalui survey internal dan pendapat keluarganya.
Ah …. sudahlah, saya bukan pengamat politik. Saya tidak bisa membaca hati orang, apalagi meramal takdir Kota Bandung.
Bandung harus mulai berpikir dan bersiap-siap. Dalam satu tahun ke depan salah satu dari kenyataan ini akan terjadi :
(1) Ridwan Kamil mungkin akan tetap di Bandung dua periode.
(2) Ridwan Kamil akan melaju ke Jawa Barat (atau Indonesia?)
(3) Ridwan Kamil akan kembali menjadi arsitek.
Jika memang yang terjadi adalah kemungkinan ke (2) dan (3). Maka …
Siapakah yang akan menjadi Walikota Bandung selanjutnya?
Maukah (dan mampukah) kita mencari (lagi) calon Walikota lain yang (juga) layak untuk kota Bandung?
Atau kita mau berikan lagi haknya kepada calon-calon reguler dari partai-partai politik Kota Bandung?
Jujur, yang saya khawatirkan adalah —jika orangnya akan itu-itu lagi. *berita angin memang mengatakan bahwa beberapa kandidat parpol yang kalah dalam pilkada 2013 sudah bersiap-siap kembali untuk mecalonkan diri di pilkada depan.
*ada pendapat?