Kasak-kusuk Mencari Calon Walikota untuk Bandung [100 hari Mendesain Kampanye Juara : Part I] 

blok tempe kampung saksi sejarah

Captain’s Logbook #1

Pasukan Desain Bandung – RKbdg

by ombenben

Zero Experience

Sebenarnya saya pikir cara kerja otak Ridwan Kamil itu agak ‘ajaib’. Bagaimana tidak, dia meminta seorang pengusaha retail berlatar belakang desain produk untuk memimpin Tim Desain – Kampanye Pemenangan Pemilihan Walikota Kota Bandung. Sebenarnya orang yang cocok untuk duduk di posisi pemimpin kampanye kreatif macam ini minimal adalah seorang Konsultan Brand Senior. Saya memang seorang desainer, tapi bukan desainer macam itu. Manajemen desain produk Eiger dan MahaNagari, tidak bisa dibandingkan dengan kampanye pemenangan walikota. Bedanya bagaikan bumi dengan langit. Yang menyamakan dua jenis pekerjaan itu cuman satu hal : dua-duanya musti kreatif. Di luar itu, satu dekade lebih pengalaman saya di dunia desain profesional .. means almost zero.

God Works in a very Creative Way (So are we!)

Pengalaman unik ini berawal di tengah bulan februari 2013. Saat itu temperatur politik Kota Bandung sudah mulai menghangat. Dua orang petahana, Sang Wakil Walikota -Pak Ayi Vivananda dan Sang Sekda Kota -Pak Edi Siswadi, sudah terlihat wara-wiri di media untuk mendapatkan dukungan partai-partai politik. Wajah-wajah Pak Edi, yang konon modalnya lebih kuat, bahkan sudah terlihat sejak lama berjualan di pinggiran jalan.

Dari jalur Independen muncul beberapa nama-nama yang membawa angin segar, di antaranya adalah Kang Budi Dalton -el Presidente Bikers Brotherhood. Saya memang tidak terlalu dekat dengan Kang Budi, tapi saya tahu bahwa idealisme dia akan menjauhkan dia dari sifat korup -yang menurut saya adalah penyakit paling kronis pemimpin-pemimpin Kota Bandung.

Tapi sebenarnya saya masih mengharapkan agar ada seorang rekan lain yang akan berani masuk ke dalam gelanggang politik Kota Bandung. Seorang yang sejak lama sering saya sentil-sentil agar maju menjadi Calon Walikota Bandung. Seorang Arsitek Ahli Tata Kota yang saya kenal di Bandung Creative City Forum; Ridwan Kamil a.k.a. Kang Emil. Tapi ketika calon-calon independen lain sudah mulai mendeklarasikan pencalonan masing-masing, nama Ridwan Kamil tidak kunjung masuk koran. Hal ini menimbulkan gelombang kekhawatiran di kantor MahaNagari. Hanafi, Indra dan Dondy, tiga rekan saya yang juga berharap Kang Emil turun gelanggang, mulai menggosip obrolan politik khas bapak-bapak saat jam kerja. Kenapa Kang Emil tidak mencalonkan diri? Gak ada yang dukung, gituh?Gak berani meureun? Kurang modal sigana mah? Meureun aya nu ngajegal? … bla bla .. bermacam teori konspirasi mencuat tanpa data akurat.

Singkat cerita, daripada membuat teori konspirasi gak jelas, saya putuskan untuk tanya langsung saja pada orangnya. Dalam sebuah kesempatan bertemu Kang Emil, saya bertanya apakah dia akan mengumumkan pencalonan dirinya dalam waktu dekat. Jawabannya agak mengagetkan. Seakan-akan pertanyaan tadi adalah pertanyaan yang paling dihindari oleh Kang Emil selama ini. Akhirnya dengan nada yang agak berat dia bilang, “Belum tahu, Ben. Masih banyak yang harus saya pikirkan. Politik itu bukan dunia saya. Saya harus memikirkan dampaknya pada keluarga saya, profesi saya … lagipula ternyata kalau diukur, popularitas saya di Bandung hanya 6 persen. Masih jauh dari target untuk menang.”

Di kepala saya langsung melintas pikiran …. “yah golput dah gue…” Tapi saya belum menyerah, dengan agak sok tahu saya katakan kepada Kang Emil bahwa popularitas bisa dikejar. Toh ada masa kampanye. Saya berusaha meyakinkan dia bahwa memperkenalkan figur Ridwan Kamil kepada masyarakat umum bukan sesuatu yang mustahil. Kalau soal keluarga, saya tidak bisa turut campur. Saya cuman bisa berdoa keluarga Kang Emil bisa mengikhlaskan Kang Emil untuk mengabdi pada Kota Bandung, walau pasti berat bagi mereka. Jujur, saya tidak bisa membayangkan figur lain selain Kang Emil yang punya peluang menang melawan dua petahana yang jelas sudah di atas angin.

Saya akhirnya pulang dengan perasaan agak hampa. Saya gak pernah ingin golput. Tapi kalau harus golput, ya mau apa lagi. Kayaknya gak akan ada perubahan berarti pada Kota Bandung 5 tahun ke depan. Pahit .. tapi apalah yang bisa si Benben ini lakukan.

Tapi takdir memang aneh. Beberapa hari sesudah pertemuan itu, saya bertemu Bu Feny. Pengusaha senior yang sama-sama mentor bisnis di MBA ITB. Ternyata dia punya kegelisahan yang sama dengan saya: “Bandung tidak boleh diberikan begitu saja pada rezim lama. Kasihan Rakyat Bandung”. Saat itu juga Bu Feny, yang sebenarnya tidak kenal langsung Kang Emil, meminta bantuan saya agar dia bisa dipertemukan dengan Kang Emil.

Ketika akhirnya kita bertemu di sela-sela kegiatan sosial Kang Emil, Bu Feny langsung tancap gas. Kang Emil dipapatahan panjang lebar ku Bu Feny 🙂 Intinya sih : “Kang Emil harus berani membuat keputusan. Sebagai penggerak komunitas dan tokoh yang dipercaya banyak orang, adalah kewajiban moral dia untuk berani maju mencalonkan diri sebagai Calon Walikota. Percayalah bahwa akan ada jalan untuk orang-orang yang berniat baik”. Emang beda ya jalan pikiran orang yang lebih matang? Salut lah sama Bu Feny.

Saya tahu Ridwan Kamil bukanlah seorang pengecut. Dia pun mungkin sudah didorong dan dinasehati 100 orang lain agar berani maju sebagai cawallkot Bandung. Tapi meminta seseorang yang bukan politisi untuk mencalonkan diri menjadi walikota Bandung juga adalah permintaan yang besarrr. Bayangkan, kalau ada orang yang minta diri anda jadi walikota Bandung saat itu, apa jawaban anda? Saya sih sudah punya jawaban pasti =>“Tidak, terima kasih. Punten  ah, jauuh mang” .. hehehe

Di akhir pertemuan, Kang Emil sempat bicara ringan ,”Ben, kalau saya jadi maju -dan suatu saat saya sedang susah. Saya cuman minta Ben untuk tepuk-tepuk bahu saya sebagai teman. Bisa ya?”. Saya manggut-manggut. Tentu saja saya siap tepuk-tepuk bahu doang sih. Namanya juga teman.

Blok Tempe, kampung saksi sejarah

MAW Brouwer pernah menulis di bukunya, “Tuhan menciptakan alam Parahyangan tatakala Dia sedang tersenyum.” Sepertinya tanggal 27 Februari 2013, Tuhan tersenyum lagi pada Warga Bandung. Pagi itu saya dikirimi sebuah sms dari Bu Feny, isinya adalah undangan menghadiri deklarasi Ridwan Kamil untuk Walikota Bandung. Tertulis di sana bahwa acara akan diadakan di sebuah kampung bernama Blok Tempe di Babakan Asih – Kopo.

Jadwal rapat hari itu saya geser ke sore hari. Saya musti lihat, beneran enggak nih berita. Hanafi, rekan saya di MahaNagari, tidak kurang penasarannya. Akhirnya kita nyasar-nyasar naik motor menyusuri labirin gang sempit Babakan Asih. Tiba di lokasi, saya mendapati orang-orang sudah berkerumun di sebuah ruang publik di dalam kampung yang agak unik. Di bawah bangunan bambu yang jelas terdesain baik, bergantian berorasi warga Blok Tempe. Wah … gila ini … Kang Emil maju sebagai Walikota dengan dukungan warga sebuah kampung di Babakan Asih. Sebuah kampung yang beberapa tahun sebelumnya dia bantu pecahkan masalah banjir dan masalah sosialnya.

Tadinya saya mengira akan bertemu dengan banyak rekan saya sesama penggiat komunitas kreatif di Bandung dalam deklarasi ini. Anehnya, ternyata  saya hanya melihat satu kenalan saya, Om Sony Sung, pengusaha Tiongkok Muslim yang sudah saya anggap sebagai guru. Om Sony memang orang yang rajin melibatkan diri di kegiatan sosial positif. Dia duduk di samping Kang Emil yang memakai iket warna biru.

Sesudah orasi dari pemuda dan tetua setempat, lalu giliran Kang Emil yang naik ke panggung. Dia berorasi dalam dua bahasa; campuran basa sunda dan bahasa Indonesia. Saya geleng-geleng kepala, Ridwan Kamil memang seorang orator ulung. Dia tidak punyasima Bung Karno yang menggelegar, tapi dia mampu bicara dengan tenang tentang hal-hal yang keseharian Kota Bandung dengan meyakinkan. Dia bicara solusi sederhana dari masalah-masalah yang menghimpit warga. Justru itu yang warga butuhkan : solusi dari masalah sehari-hari.

Orasi ini sempat saya rekam menggunakan kamera HP lowres. Gambarnya burem. Maap-maap ya, namanya juga dadakan. Kalau ingin tahu seperti apa orasi tersebut, boleh ditongton di YouTube. Mangga, meluncur ke >> http://www.youtube.com/watch?v=UZmDT2-NVe8&list=PLkEiB4FjwScnNCLFyhV71LORhx01rtcS3

Pulang dari Blok Tempe hati saya lega. Masalah saya selesai, Pemilukada Kota Bandung udah punya pilihan. Tinggal coblos. Saya pulang, cerita indah pada istri saya Fanny, lalu tidur nyenyak.

Sampai ………. 4 hari kemudian Kang Emil telepon saya: “Ben, mau ya bantu saya jadi koordinator desain kampanye Ridwan Kamil?”.  Jawaban saya, “Heeeeh? Apaan?”

——————————————————-

Tulisan ini dibuat untuk menularkan semangat kerelawanan warga Bandung pada saudara-saudara kami di kota lain. ‘Rumah Indonesia hanya bisa diubah dari batu batanya”, kata Ridwan Kamil, seorang warga biasa yang terpaksa jadi walikota. Jika Indonesia adalah rumah kita, Kota kita adalah batu batanya. Kita adalah tanah liatnya. Mari berhenti mencaci maki, mari berhenti berharap ada Satria Piningit akan menyelamatkan kita. This is no politic, this is about our city, this is about our country.

——————————————————-

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.