Menjadi tuan rumah (host) Airbnb memberikan pengalaman yang sangat membukakan mata bagi saya. Mulai dipanggil Pak, Kang, Mas, Mang dan Say, rasanya pernah saya alami dalam lima bulan ini –terutama ketika berinteraksi dengan konsumen dari Indonesia.
Konsumen Indonesia saja? Yes, Indonesia saja. Karena ternyata konsumen dari luar negeri, dari eropa misalnya, cenderung memiliki tata krama yang baku. Bukan hanya bahasanya yang baku, tapi etikanya juga cenderung sama. Bule eropa cenderung memiliki karakter yang sama; walau sikapnya aslinya santai, tapi tata krama berbicara dan chatting di Airbnb-nya lebih formal.
Misalnya ketika mereka menyapa host pertama kali, mereka tidak akan melupakan kata sapaan hello atau hi. Dilanjutkan dengan memperkenalkan diri, lalu memberitahukan dengan siapa mereka traveling, memberitahu tujuan traveling-nya dan menanyakan secara sopan apakah mereka boleh menumpang di rumah kita.
Kurang lebih dalam tata krama chatting bule, mereka akan menulis:
Hi, Ben. I’m Jon from Germany. I will be travelling with my two sons and my wife to Bandung for two days on March 17th – 19st. May we please stay at your cabin while we’re in Bandung.
Looking forward to see you in Bandung. Thanks.
Dalam lima bulan ini, semua tamu asing Kabin Putih cenderung menggunakan paragraf seperti di atas. Simple, jelas dan sangat sopan.
Tamu Indonesia? Hehehe … etikanya tergantung banyak hal; umur, pendidikan, suku, ras, dll.
Jadi, untuk mempertinggi kesempatan kita untuk diperbolehkan menginap di salah satu properti yang listing di platform Airbnb, bolehlah kiranya mendengarkan sedikit masukan dari saya ini:
- Perkenalkan diri kita secara jujur dengan tata krama yang baik pada host.
Banyak yang menghubungi kami via Airbnb chat, seakan-akan mereka nanya stok barang di Tokopedia. “Barangnya ready, Gan? Bisa kirim hari ini pake free ongkir?”. Tanpa kata sapa, langsung ke tujuan. Tata krama Toped bgt, lah.
Nah masalahnya adalah ketika tata krama Toped dibawa ke Airbnb, gak masuuuuk. Contoh nih, ujug-ujug ‘triiiing’… “saya ingin ke lembang tanggal 12 tapi kok gak bisa booking, ya? Di kalendernya katanya sudah ada yang booking.”
Tidak pakai halo-hai-pagi-siang-sore, tahu-tahu komplain bahwa di hari itu dia ingin booking —sudah ada yang booking duluan. Yah gimana ya, sob? Kalau di kalender sudah terlihat di-booking, berarti memang malam tersebut sudah ada yang menyewa. Pengen sih nolong, seperti misalnya merefer-kan order mereka ke host Airbnb lain, tapi males juga sih merefer orang slonong boy kayak gini. Takut terjadi apa-apa. Kita gak berani tanggung jawab juga sih.
Harus disadari, ketika mengkontak melalui chat Airbnb, kita mungkin tidak sedang chatting dengan admin atau CS –seperti di toped, bukalapak, shopee, dll. Most probably, anda sedang chatting dengan pemilik rumahnya sendiri. Jadi bayangkan anda berbicara dengan pria atau wanita menyewakan rumah/villa/apartemen milik mereka sendiri. Kemungkinan mereka adalah pria/wanita paruh baya dengan tata krama generasi X yang terbiasa sopan –walau tidak perlu terlalu formal juga sih.
Oleh Airbnb para host diperbolehkan menolak tamu yang mereka tidak suka atau karena sekedar ada perasaan tidak sreg di dalam hati mereka –tanpa konsekuensi apapun. Artinya mereka bebas menolak booking kita hanya karena dia tidak suka cara kita menyapa. Yes, they can really do that.
Jadi daripada menggunakan kalimat sapaan toped di atas, ada baiknya kalimatnya diubah seperti ini:
“Halo, saya Ben. Saya berencana menginap di Bandung selama dua hari dengan istri saya. Saya suka sekali melihat villa milik ibu di Bandung dan ingin menginap di sana. Tapi sayangnya, ternyata di kalender Airbnb sudah di-booking tamu lain. Apakah ibu memiliki properti lain yang bisa kami sewa atau tahu alternatif lain yang sama baiknya?”
Tidak hanya mungkin host ini akan mencoba mencarikan tempat lain bagi kita, dia bahkan bisa memberikan diskon khusus kepada kita, lho. Hanya karena kita terlihat baik dan terpercaya. Gak susah kan?
- Selalu beritahu host berapa orang yang traveling bersama kita
Pada aplikasi dan website Airbnb ada kolom untuk mengisi jumlah tamu yang akan menginap. Jangan dikosongin, ya. Itu penting banget.
Cuman “klik-scroll-pilih jumlah tamu-klik”, dua detik sudah beres. Dengan mengisi jumlah tamu, para host jadi tahu, harus menyediakan berapa handuk, memastikan air mineral dan gas untuk pemanas air cukup tidak, perlu ditambah selimut atau tidak –dan hal-hal lain yang berhubungan dengan usaha menjadi tuan rumah yang baik.
Jangan contoh salah satu tamu yang kami kasih review satu bintang saja (pengennya sih dikasih bata.. hehehe), karena booking untuk 6 orang, tiba-tiba ngotot ingin check-in 8 orang, malah kenyataannya datang belasan orang. Jangankan bisa melayani dengan baik. Yang ada baret-baretlah lantai kabin kayu kami karena over-population di dalam kabin. Hiks…
- Selalu baca House Rules (Aturan Rumah) dari ujung ke ujung. All of them.
Di hotel gak ada house rules, kenapa di Airbnb harus ada house rules?
Salah, di hotel juga ada. Biasanya disimpan di atas meja nakas di dalam kamar. Biasanya isinya aturan hotel untuk tidak merokok di dalam kamar, tidak boleh bawa binatang peliharaan, kalau mau bawa pulang handuk harus bilang ke house keeping, dll. Tapi memang sih, rules di hotel umumnya sama saja antar hotel.
Airbnb berbeda, Sob. Karena setiap properti yang disewakan bukan milik Airbnb. Pemiliknya adalah orang-orang yang berbeda dan propertinya bentuknya beda-beda. Makanya aturan setiap rumah/villa/kabin/kamar pasti berbeda-beda. Ada yang memperbolehkan merokok – ada yang tidak, ada yang boleh check in malam hari – ada yang hanya siang saja, ada yang boleh membawa anjing – ada yang tidak, ada yang boleh agak berisik – ada yang tidak. Semua tergantung situasi lingkungan, jenis properti dan siapa yang punya properti tersebut.
Jadi pastikan kita membaca semua deskripsi, penjelasan dan house rules yang dituliskan oleh host masing-masing rumah. Soalnya kalau kita melanggar, ada konsekuensi yang lumayan berat loh:
(Satu) Anda kemungkinan akan mendapatkan review buruk dari tuan rumah yang melekat pada profil anda (tidak bisa dihapus sampai ujung zaman). Efeknya? Akan semakin sulit bagi anda untuk membooking properti Airbnb lain di masa depan. Karena tuan rumah lain pasti melakukan pengecekan profil calon tamu sebelum menyetujui sebuah booking. Tuan rumah mana yang mau meminjamkan propertinya ke orang dengan review 1 bintang?
(Dua) Anda mungkin akan diminta mengganti rugi, jika aturan yang anda langgar kebetulan mengakibatkan kerusakan pada properti tuan rumah. Tuan rumah memiliki ‘tombol minta ganti rugi’ di dashboard aplikasi Airbnb for host, loh.
Di deskripsi setiap properti biasanya juga ada penjelasan tentang keterbatasan dari properti tsb. Misal biasanya host akan menuliskan bahwa ada kemungkinan berisik/noise jika kebetulan propertinya dekat dengan jalan kereta api. Jika anda keberatan dengan hal tsb, sebaiknya jangan di-booking di sana. Karena jika host sudah menuliskan kelemahan tersebut di salah satu deskripsi di halaman Airbnb-nya, maka akan dikategorikan sebagai waiver dari host. Ketika kita booking, kita akan dianggap sudah membaca dan menyetujui kelemahan tsb. Jadi gak boleh protes.
—-
In the end, kenapa kita harus mencoba menegakkan etika-etika komunitas ini ketika numpang menginap via platform Airbnb? Jawabannya …. agar harga di Airbnb tetap terjangkau, sob.
Gini loh, Sob. Tahu kenapa harga penginapan Airbnb bisa terbilang murah dibandingkan harga hotel? Salah satu alasannya adalah anggota komunitas Airbnb saling menjaga agar tidak ada biaya-biaya yang tidak perlu yang harus dikeluarkan oleh host. Kalau sobat tidak memberitahu jumlah grup traveling anda, maka ada kemungkinan host jadi over atau under-prepared.
Bahkan bisa juga terjadi properti host akan rusak karena ditinggali orang yang terlalu banyak –nagakunya booking untuk dua orang tapi datang berempat. Ujung-ujungnya host harus menaikkan harga sewa per malamnya karena harus memperbaiki propertinya yang rusak oleh tamu-tamu yang ‘menumpang’ tapi tidak ikut menjaga properti si pemilik. Gak mau, kan?
Saya menggunakan kata menumpang karena memang di komunitas Airbnb dunia, ada budaya untuk minta izin menumpang. Karena kalau ditarik ke budaya dasarnya, Airbnb bukan hotel. Airbnb adalah komunitas yang saling menyediakan rumahnya untuk dipinjam ketika anggota komunitas lain hendak berjalan-jalan ke daerahnya. Berbayar memang, tapi tetap dalam kategori menumpang. Karena kalau tidak dikasih izin, mau bayar tiga kali lipat rate-nya pun tetap tidak akan bisa.
Jadi kelihatan ‘kan bedanya dengan Hilton, Holliday Inn, Airy hotels, atau Red Doors. Airbnb adalah komunitas, semua aturan di sana dibuat untuk kepentingan SEMUA anggota komunitasnya. Secara natural, ikatan komunitas pasti akan mendorong keluar anggota komunitas yang tidak mau ikut aturan komunitasnya sendiri. Jadi, walau agak aneh ….. money is not king in Airbnb.
——
Halo Pak,
saya sering booking penginapan di AirBnB. Menarik sekali tulisan Bapak karena baru kali ini saya baca dari sudut pandang host, terutama host AirBnB di Indonesia.
Sebelum baca tulisan ini, saya tidak pernah kepikiran betapa beragamnya tulisan yang orang-orang buat saat request booking.
Pesan yang saya kirim ke host biasanya macam:
“Hello,
I am Fransiska from Indonesia. I’ll be staying at your place with a female friend. We will come to xxx in mid-October and then visit xxx. According to plan, we will arrive in xxx on xx pm.
We will be excited if we can stay at your place”
Setelah saya baca tulisan Bapak, rasanya lega (dan bangga juga :)) ) karena ngga malu-maluin sebagai orang Indo.
Salam
Citra
SukaSuka