Pandai-pandailah bersikap dalam tahun politik nanti. Jaga lidah dan jemari kita. Jangan sampai ambisi para pemimpin yang mengejar kekuasaan, membawa kita lebih dekat pada kehinaan tempat kembali.
Kita bisa belajar sedikit pada segmen pidato politik pertama Umar ibn Abdul Aziz ketika diangkat sebagai khalifah:
—–
“Beramallah untuk akhirat, niscaya Allah mencukupkan urusan dunia kalian. Perbanyaklah mengingat mati dan bersiaplah sebelum kematian mendatangimu. Mati adalah si pemutus segala kenikmatan duniawi.”
“Sesungguhnya umat tidak berselisih dalam hal Tuhan; tidak berselisih tentang Nabi; juga tidak berselisih tentang Al-Qur’an. Mereka berselisih dalam hal DINAR dan DIRHAM. Sesungguhnya aku tidak akan memberikan hak seseorang secara batil dan tidak menahan hak orang yang berhak.”
—-
Umar bin Abdul Aziz berusaha menolak pengangkatan dirinya sebagai khalifah. Apa yang terjadi kemudian adalah: para ahli sirah mencatat keberhasilannya membawa keadilan dan kesejahteraan yang bisa dirasakan rakyatnya dalam dua tahun, lima bulan, empat hari.
Orang ini juga yang dengan berani pernah menasihati Sulaiman Ibn Abdul Malik, khalifah sebelumnya, ketika mereka melihat banyaknya kerumunan jamaah haji di Arafah.
“Sekarang mereka adalah rakyatmu, nanti mereka akan menjadi lawanmu pada hari kiamat.”
Masih mau memberikan kepercayaan pada pemimpin yang sangat berambisi untuk memimpin, sampai berani membelah tanah airnya sendiri?
Yang terhormat tim pasangan nomor satu dan nomor dua. Tunjukkan kenegarwanan-mu. Tunjukkan kebijaksanaanmu. Tunjukkan fair-play. Jangan adu domba kami. Jangan pecah belah kami untuk dinar dan dirham-mu.
Karena kami adalah lawanmu di hari kiamat nanti.