Sebenernya menurut pengalaman saya sih, 99% anak kecil punya potensi untuk jadi jagoan hiking. Kuncinya, apakah orang tuanya mau menemani dia belajar di alam? Kalau orang tuanya mau, anakanya pasti bisa.
Dari mana saya dapat kesimpulan ini? Karena kalau ada acara hiking bareng, rupanya justru anak kecil yang jarang komplain. Well, bapak ibunya juga jarang komplain … tapi ketinggalan jauh di belakang …. hehehe … Pengalaman pribadi nih, saya pernah ketinggalan 30 anak tangga oleh Samsam kecil ketika mendaki Gunung Padang. Beneran 🙂

Serius, nih. Siapa yang bilang anak kecil tenaganya kecil? Di rumah sendiri saja mereka tidak pernah kekurangan tenaga untuk ngacak-ngacak semua hal yang sudah kita rapihkan. Ngacak-ngacaknya pun konstan. Sepanjang hari. Gak bisa berhenti. Betul gak?
Jadi sebenarnya anak kecil itu batere alkaline yang siap naik-turun bukit. Kalaupun ada orang tua yang bilang “Anak saya mah sedikit-sedikit minta di gendong. Gimana dong?” Itu sih masalah pembiasaan. Pembiasaan bagi si anak dan pembiasaan bagi orang tua.
Bagi anak yang sehari-hari melihat lansekap kota; jalan datar lebar & diaspal, jarang pohon, banyak tukang dagang dan manusia lain –lansekap alam bisa jadi (awalnya) terlihat intimidatif. Di kepalanya terbersit, “Apaan ini? Jalan kok licin? banyak pohon berarti ada banyak ular, ya? Kok gak ada orang … sepi …”
Ini hal yang wajar. Kebanyakan anak-anak kita memang tidak terbiasa melihat sesuatu yang ‘liar’. Beri sedikit waktu dan jam terbang. Nanti juga mereka sedikit demi sedikit akan jadi ‘liar’ 🙂
Tipsnya adalah dengan mulai sering-sering mengajak anak menjelajah sekeliling rumah dulu. Ya, sebelum menjelajahi tempat-tempat lain, jauh lebih baik jelajahi dulu sekeliling rumah. Minimal lingkungan satu RW harus pernah dijelajahi oleh anda sekeluarga. Tinggal pilih hari libur weekend. Tentukan sebuah warung, pujasera, atau restoran sebagai spot finish (*anak kecil mudah disogok makanan). Lalu silahkan nyasar-nyasar di kampung sekeliling rumah kita.

Menjelajahi sekeliling rumah ini penting untuk pengalaman ‘nyasar sekeluarga’. Suatu saat ketika berpetualang sekeluarga, pasti anda akan mengalami yang namanya kesasar. Kesasar di lingkungan rumah cukup aman sebagai latihan awal. Kalau kesasar lalu kelaparan di kampung ‘kan tinggal cari warung. Ini juga penting untuk melatih sifat kalem sang Ayah yang biasanya dipersalahkan kalau seluruh keluarganya kesasar .. hehehe
Setelah biasa menjelajah lingkungan rumah, maka kita bisa mulai dengan bermain di taman kota. Di Bandung saat ini sudah cukup banyak taman-taman kota, dengan bermacam-macam desain dan tema. Setiap keluarga pasti punya taman-taman favorit. Silahkan pilih sendiri sesuai kesenangan masing-masing.
Sebagian taman-taman tersebut sudah dibuat sejak jaman pemerintah kolonial Belanda. Tahu kan? Awalnya mereka merancang Bandung sebagai Kota Taman (yang penuh taman kota). Taman-taman ini terletak di sebuah daerah yang dulu dikenal sebagai wilayah Insulinde. ‘Insulinde’ sendiri sebenarnya kata lain untuk ‘Indonesia’. Itu sebabnya taman-taman ini terletak di jalan-jalan yang diberi nama dengan nama pulau-pulau di Indonesia : Jalan Jawa, Jalan Sumatra, Jalan Aceh, Jalan Saparua, Jalan Ambon, dll.
Sekarang di sana terletak Taman Lalu Lintas, Taman Maluku, dan Taman Saparua. Sekali-kali, ketika anda dan keluarga sudah cukup kuat jalan-jalan agak jauh, cobalah tour de park -pindah dari satu taman ke taman lain. Dengan jalan kaki, ya. Mobil atau motor diparkirkan saja di tempat lain, kalau perlu pakai saja bis atau angkot.
Kebetulan tidak jauh dari dari sana masih ada tiga taman yang juga menarik dikunjungi; Taman Gedung Sate, Taman Lansia dan Taman Balai Kota. Wilayah Insulinde ini punya satu kelebihan, yaitu sejak jaman Belanda daerah ini dirancang sebagai ‘etalase‘ Kota Bandung, sehingga di pinggiran jalannya dinaungi pohon-pohon besar yang teduh. Nyaman dan dingin jika dijalani sampai siang hari pun.

Sayangnya belum semua trotoar mulus di Bandung, jadi sering jadi masalah untuk keluarga yang mendorong anaknya menggunakan stroll (kereta dorong). Well, angap saja tambahan olah raga untuk orang tua. Kalau boleh kasih saran, ketika menyeberangkan batita di dalam stroll melewati jalan yang lalu lintasnya ramai, sebaiknya batita diangkat dari dalam stroll, digendong oleh ibu –sementara ayahlah yang medorong stroll menyeberang jalan. Biar yakin aman.

Waktu Samsam dan Sakti masih kecil (juga Arix), kami selalu membawa mereka jalan-jalan ke beberapa tempat yang berbau alam bebas, walau sebenarnya hanya ‘imitasi’ alam -yang city dwellers friendly. Di sekitar Bandung banyak, kok. Misal, Kebun Binatang Bandung, The Ranch, Dusun Bambu, dan sejenisnya. Memang berbayar sih, tapi tempat-tempat ini menyajikan pengalaman yang berbeda. *)tentang tempat-tempat spesial berbayar ini akan saya buat satu ulasan khusus deh
Oh, iya. Ada satu ‘taman’ yang juga sangat disarankan. Namanya Kampus ITB. Ya, memang kampus ITB di hari Sabtu dan Minggu sangat enak dipakai mengajak anak jalan -jalan dan sebenarnya terbuka untuk umum. Di hari minggu pagi, sampai jam 12 pagi *kalau gak salah, ada area dalam kampus yang ‘car free day‘. Mobil gak boleh lewat, sehingga sempurna untuk mengajari anak (yang agak besar) untuk belajar naik sepeda. *tidak banyak yang tahu, ya?

Ketika anak mulai belajar jalan, saatnya meng-upgrade lokasi jalan-jalan ke tempat yang lebih ‘liar’ sedikit. Pada saat ini, kami biasanya mengajak anak-anak main ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Tahura). Di sini treknya lebih banyak pilihan: ada jalan aspal yang landai menuju Goa Belanda atau jalan naik-turun ke arah Goa Jepang. Suasana hutan dengan beberapa penghuninya, di antaranya burung-burung dan monyet, juga bisa ditemukan di sini –di pagi hari, ya.

Sebagai alternatif, bagi yang mau susah sedikit ke luar kota, cobalah Taman Hutan Raya Cibodas-di Puncak. Di sana suasananya lebih dingin, treknya juga beragam, ada air terjun yang mudah dicapai, plus ada lapangan rumput luas berkontur landai yang sangat cocok untuk berlarian, bermain frisbee, layang-layang atau membuat kapal-kapalan.
Terakhir nih, selama perjalanan-perjalanan ini biarkan anak -anak agak jorok sedikit. Main pasir, main air, guling-guling di tanah, ngejar-ngejar ayam kampung dan kelakuan anak yang kalau di rumah sering kita larang. Selama tidak berbahaya bagi mereka, biarkan saja. Intinya, biasakan anak untuk berkotor-kotoran dan mengeksplorasi hal baru. Tunjukkan pada mereka bahwa tidak ada yang salah dengan hal itu. Lebih baik kita yang cape sedikit: membawa baju ganti, sabun antiseptik tangan -kalau perlu sabun dan shampo.
Sip?
*) bersambung di Tips #4 (kayaknya) tentang melatih fisik anak di trek yang lebih berat