Bulan belakangan ini beberapa kali diskusi sama seorang pejabat teras negara yang menduduki ‘hot seat’ -yang kayaknya gak bakal nyaman bagi sebagian besar orang. Maklum dulunya kursi itu diduduki orang yang sering jadi bulan-bulanan bully warga republik sosmed nusantara.
Dia, dulunya adalah direktur dari perusahaan-perusahaan besar di republik, jadi kerjanya ngebut, komunikasinya lancar-egaliter dan cepat sekali membuat keputusan. Plus dengan latar belakang sebagai orang Bandung, orang ini lumayan kreatif pula. Maka di suatu rapat, saya iseng nanya ,”Pak apa gak khawatir dengan segala inisiatif (positif) bapak, malah nanti bapak diserang kanan-kiri sama orang-orang yang lembam? Itu loh orang-orang yang gak suka sama perubahan. Orang-orang yang tidak puas”.
Si dia nyengir. Saya ikutan nyengir, berusaha se-level sama orang yang nyengir. Lalu dia bilang bahwa sebagai pejabat publik dengan ratusan juta orang bergantung pada dirinya, maka dia harus bekerja berdasarkan prinsip ‘THE GREATEST GOOD for THE GREATEST NUMBER’. Wah bapak ini ‘sekolah’-nya mirip saya! Kita sama-sama belajar ilmu turunan dari Utilitarianism (http://en.wikipedia.org/wiki/Utilitarianism).
Saya sih belajar ilmu turunan praktisnya, namanya Anthropometri dan Ergonomi. Bapak ini bukan desainer, jadi mungkin belajar ilmu turunan yang lain, mungkin legislasi atau prinsip moral.Utilitarianism jadi fondasi dari ilmu perancangan produk yang akan dipakai oleh orang banyak (random people). Contoh : Kursi di dalam bis! Benda ini akan dipakai oleh segala jenis orang; laki-laki, perempuan, anak SD-SMP-SMA, nenek-nenek, mahasiswa yang sedang galau, pemain basket yang super jangkung, dan berbagai jenis manusia lain dengan segala ukuran dan kelakuannya. Lalu muncul satu pertanyaan dasar antropometris-ergonomis: “Berapa seharusnya tinggi kursi bis tersebut?”. Kalau saya buat tinggi, nanti anak SD gak bisa naik ke atasnya dong? Kalau saya buat pendek agar anak SD nyaman, kasihan om-om yang atlet basket tadi dong? Kalau dibuat warna hijau terang polkadot pasti anak TK akan lebih bahagia, tapi buruh pabrik yang naik bis yang sama mungkin akan men-demo saya (lebay gini gw). Enggak lah, buruh pabrik masih kalah banyak demo kok sama koki masak wink emotikon
Intinya hampir tidak mungkin membuat one design for all. Jadi ilmu ergonomi dan antropometri mensyaratkan kita melakukan studi mengenai siapa sebenarnya pengguna yang akan paling banyak/sering duduk di atas kursi bis itu. Setelah dapat prosentase/jumlah pengguna, baru kita menentukan tinggi rancangan kursi menggunakan prinsip ‘the greatest good for the greatest number’ -dalam ergonomi diatur dalam bentuk ‘percentile’.
Misalnya kalau memang banyak anak sekolah yang pakai, maka kita bisa rancang agar kursi ini agak pendek. Sehingga anak sekolah bisa duduk di atasnya tanpa kakinya menggantung, ibu-ibu masih cukup nyaman juga, bahkan pemain basket (walau tidak terlalu nyaman) tetap bisa duduk di atasnya dengan kaki agak nyelonjor. Bisa sih kita pakai sistem adjustable, tapi itu bis nanti harganya bakal selangit. Tetep aja si desainer akan dicaci maki DPRD dan republik sosmed … heheh.
Prinsip Utilitarianism juga dipergunakan dalam legislasi, pembuatan hukum. Kebayang kan kalau hukum harus memuaskan semua orang? Kapan jadinya? Setebel apa kitabnya? Maka prinsip The Greatest Good of The Greatest Number (terpaksa) harus dipakai. (Tetap) untuk kemudian disempurnakan agar lebih banyak orang lagi yang mendapatkan kebaikan dari undang-undang tersebut. Tapi …. ya butuh waktu untuk sampai ke sana.
Kebali ke pertanyaan awal, bagaimana kalau ada orang-orang yang tidak puas dan memprotes kebijakan atau rancangan yang (belum) sempurna tersebut? Ini jawaban bapak pejabat teras, ”Selama saya berniat baik, saya harus berani membuat keputusan dan menggerakan pembangunan, pasti akan ada orang yang tidak setuju pada saya. Tapi gak apa-apa lah, Malaikat aja dimusuhin sama Iblis, kok”. Wahahahah …sepakat, pak. Jangan sampai kritikan-kritikan yang pedas membuat kita berhenti berbuat baik. Belum tentu juga semua yang kritik itu niatnya baik. Kita nih manusia, do our best aja lah.